14 Desember 2008

Minyak

Setelah BBM Diturunkan Lagi
Mulai Senin ini, harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi turun lagi. Harga premium turun Rp 500 menjadi Rp 5.000, dan solar turun Rp 700 menjadi Rp 4.800 per liter. Sementara harga minyak tanah, karena alasan beban subsidi yang telanjur besar, tidak ikut diturunkan. Jadi, harga minyak tanah tetap Rp 2.500 per liter.

Keputusan pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi ini merupakan kali kedua. Sebelum ini, pemerintah menurunkan harga premium Rp 500 dari semula Rp 6.000. Penurunan tersebut efektif berlaku per 1 Desember 2008.

Kita tidak tahu persis hitung-hitungan yang dilakukan pemerintah sehingga harga premium diturunkan lagi menjadi Rp 5.000 dan harga solar dipangkas menjadi Rp 4.800 per liter. Tapi menurut kalangan pengamat ekonomi, harga premium dan solar ini sebenarnya bisa diturunkan jauh lebih signifikan. Minimal harga kedua komoditas tersebut bisa kembali ke tingkat harga sebelum dinaikkan pada Mei lalu. Toh harga minyak mentah di pasar dunia kini sudah turun drastis.

April lalu, harga minyak mentah di pasar global mencapai tingkat tertinggi: 147 dolar AS per barel. Angka tersebut meningkat seratus persen lebih dibanding posisi awal tahun yang rata-rata masih berkisar 60 dolar AS per barel. Kini harga minyak mentah di pasar dunia hampir menyentuh level 40 dolar AS per barel. Artinya, dibanding posisi tertinggi pada April lalu, harga minyak mentah ini sudah turun 70 persen lebih.

Karena itu, masuk akal jika harga BBM bersubsidi di dalam negeri pun diturunkan lagi minimal ke level sebelum dinaikkan pada Mei lalu. Namun rupanya pemerintah punya hitung-hitungan sendiri. Termasuk tetap tidak menurunkan harga minyak tanah.

Tetapi bagaimanapun keputusan menurunkan harga BBM bersubsidi ini patut kita beri apresiasi. Paling tidak, beleid tersebut merupakan respons positif pemerintah terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat: bahwa harga BBM bersubsidi beralasan diturunkan karena harga minyak mentah di pasar dunia sudah turun signifikan.

Di sisi lain, juga karena daya beli masyarakat secara keseluruhan telanjur loyo didera kelesuan ekonomi secara global. Jadi, penurunan harga BBM bersubsidi diharapkan menjadi suntikan segar terhadap daya beli masyarakat.

Dengan kata lain, penurunan harga BBM bersubsidi memungkinkan beban sehari-hari masyarakat jadi berkurang. Selebihnya, kegiatan ekonomi di tengah masyarakat pun bisa diharapkan terkondisi lebih efisien -- dan karena itu bisa pula lebih produktif. Nelayan, misalnya, kini bisa melaut dengan ongkos yang relatif lebih murah.

Jadi, dari perspektif itu, penurunan harga BBM bersubsidi ini jelas positif. Terlebih lagi kalau ongkos angkutan umum juga ikut diturunkan. Sebab komponen ongkos angkutan terbilang relatif besar dalam keseluruhan biaya produksi aneka kegiatan ekonomi di masyarakat.

Karena itu pula, pemerintah bersama kalangan pengusaha bersangkutan yang tergabung dalam wadah-wadah asosiasi perlu segera duduk bersama merumuskan penurunan tarif angkutan ini. Kalangan pengusaha, khususnya, tak beralasan bersikap enggan sehingga lalu mencari-cari alasan sekadar untuk mempertahankan tarif angkutan yang sekarang berlaku. Bagaimanapun, mereka harus bersikap fair: setelah harga BBM bersubsidi turun, maka ongkos angkutan pun selayaknya segera turun pula. Apalagi secara keseluruhan penurunan harga BBM bersubsidi sudah terbilang lumayan besar juga.

Namun kita juga risau bahwa penurunan harga BBM bersubsidi menjadi faktor disinsentif terhadap gerakan hemat energi. Kita cemas bahwa konsumsi BBM bersubsidi serta-merta jadi meningkat. Kita juga khawatir kegiatan-kegiatan yang terbilang tidak produktif di masyarakat luas jadi lebih berkembang atau tak terkendali. Ini terutama terkait konsumsi BBM jenis premium oleh kendaraan pribadi.

Oleh sebab itu, kita mengimbau pemerintah agar tetap konsisten atau bahkan kian mengintensifkan program hemat energi. Pemerintah tak boleh terlena dan menganggap penurunan harga BBM bersubsidi sebagai hal yang tak berisiko.***

Jakarta, 14 Desember 2008

Tidak ada komentar: