17 Juni 2008

Mengharap Bulog Jadi Stabilisator

Harga bahan pangan di dalam negeri terus saja cenderung bergejolak. Sama sekali tak terlihat tanda-tanda bahwa harga bahan pangan ini segera bergerak kembali mendekati titik awal sebelum bergejolak. Yang terjadi justru harga-harga terus saling susul menuju titik lebih tinggi. Kalau pun gejolak menunjukkan tanda mereda, itu sekadar gejala sementara. Sekadar jeda. Harga-harga pun hanya bertahan di level tinggi. Sampai saatnya kemudian bergejolak lagi.

Benar, kenyataan itu merupakan imbas gejolak serupa di tingkat global. Sebagai konsekuensi menganut rezim pasar, kita amat sulit menghindari imbas situasi harga di lingkup global. Artinya, imbasan itu demikian niscaya.

Di tingkat global sendiri, gejolak harga bahan pangan belum terlihat segera mereda. Kenapa? Entahlah. Tapi boleh jadi itu merupakan pertanda kegagalan mekanisme pasar. Toh berbagai kalangan menyatakan bahwa secara keseluruhan pasokan bahan pangan ke pasar relatif tidak bermasalah.

Mestinya, jika mengikuti logika pasar, harga tak bergejolak kalau pasokan barang tak bermasalah. Harga seharusnya anteng-anteng saja pada tingkat tertentu selama supply dan demand berkeseimbangan.

Tapi nyatanya sekarang ini harga bahan pangan terus bergejolak. Tidak reda-reda. Tak bisa lain, karena itu, gejolak tersebut tampaknya memang merupakan bukti kegagalan mekanisme pasar. Pasar sudah tak mampu menggendalikan situasi. Pasar sama sekali tak berdaya diobok-obok spekulasi.

Kenyataan itu, bagi kita khususnya, sungguh tidak menguntungkan. Bahkan berbahaya. Harga pangan yang terus bergejolak sebagai imbas perkembangan situasi global yang sudah tidak tunduk lagi pada hukum pasar, bagaimanapun, merupakan bara yang bisa mengoyak-ngoyak stabilitas sosial-politik.

Itu sungguh tak kita kehendaki. Sebab ongkos yang mesti kita tanggung pasti amat mahal. Paling tidak, seperti pernah kita alami, tingkat kehidupan sosial-politik kita menjadi mundur beberapa langkah.

Menimbang itu, benar juga pendapat yang menyebutkan bahwa kita mesti menegakkan kedaulatan di bidang pangan. Artinya, kita tak lagi bulat-bulat menyerahkan masalah pangan ini kepada mekanisme pasar. Untuk itu, semata demi kepentingan kita bersama, pemerintah harus tegas dan lugas mengatur masalah pangan senantiasa terjaga aman dari sisi ketersediaan dan terjangkau dari sisi harga.

Dalam konteks itu pula, mengembalikan fungsi Perum Bulog sebagai lembaga stabilisator harga bahan pangan pokok sungguh relevan. Seperti di masa lalu, Bulog perlu difungsikan lagi bak pemadam kebakaran. Setiap kali harga bahan pangan pokok bergejolak, Bulog serta-merta all out melakukan langkah penanganan. Sampai gejolak harga mereda dan stabil lagi pada tingkat yang tidak membuat rakyat kebanyakan megap-megap dan meradang.

Memang, mengembalikan fungsi Bulog seperti di masa lalu tak bisa semudah membalikkan tangan. Lagi pula iklim sudah berubah drastis. Dari segi pendanaan, misalnya, Bulog tak mungkin lagi bisa memperoleh fasilitas kredit murah-meriah ala Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) seperti di masa lalu. Lalu dari sisi kelembagaan, Bulog juga kini tak bisa leluasa bergerak. Dengan menyandang status perusahaan umum, ruang gerak Bulog tentu serba dibatasi.

Tapi mengharapkan Bulog kembali berfungsi sebagai stabilisator harga bahan pangan pokok seperti di masa lalu sama sekali bukan ilusi. Yang penting semua pihak memiliki political will ke arah itu. Dengan kemauan politik bersama, segalanya menjadi mungkin. Tidak mustahil. Jadi, mungkinkah Bulog dikembalikan berfungsi bak pemadam kebakaran?
Jakarta, 12 Juni 2008