17 Juni 2008

Jangan Salahkan Kondisi Global

Realisasi proyek-proyek penanaman modal dalam negeri (PMDN) selama lima bulan terakhir turun amat signifikan. Menurut data yang dipublikasikan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dibanding periode Januari-Mei tahun lalu, penurunan itu mencapai 68,3 persen. Persisnya turun dari Rp 18,62 triliun menjadi Rp 5,91 triliun.

Di sisi lain, minat pemilik modal untuk berinvestasi di negeri kita juga cenderung menurun pula. Data BKPM memperlihatkan, selama periode Januari-Mei 2008, persetujuan atas proyek-proyek investasi baru -- khususnya penanaman modal asing (PMA) -- melorot 59,9 persen dibanding periode sama tahun lalu.

Kenyataan itu memprihatinkan. Pertama, karena penurunan minat berinvestasi maupun penurunan realisasi PMDN jelas merupakan pertanda bahwa iklim penanaman modal tidak menggairahkan. Pertanda kegiatan investasi dilanda kelesuan. Orang kurang tergerak menanam modal karena mereka tak melihat prospek menjanjikan. Orang juga menunda atau bahkan membatalkan rencana menggarap investasi karena dihadapkan pada kenyataan bahwa risiko rugi lebih besar ketimbang untung.

Kedua, penurunan realisasi proyek-proyek investasi juga punya implikasi serius dan sama sekali tak bisa dipandang remeh. Implikasi itu adalah lapangan kerja relatif sedikit tercipta. Padahal, kita tahu, pengangguran di negeri kita sudah krusial. Di satu sisi, jumlah pengangguran telanjur bejibun. Di sisi lain, pertumbuhan angkatan kerja juga nyata-nyata tinggi.

Jadi, karena lapangan kerja relatif sedikit tercipta, masalah pengangguran pun menjadi semakin kompleks. Semakin merisaukan. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan problem kemiskinan. Masalah pengangguran yang semakin kompleks, tak bisa tidak, berimplikasi memperparah kemiskinan.

Karena itu, sungguh terasa aneh jika penurunan realisasi proyek-proyek investasi ini dihadapi pejabat pemerintahan kita dengan sikap tanpa beban. Seolah-olah masalah tersebut bukan sesuatu yang berimplikasi serius. Bukan sesuatu yang merisaukan.

Mungkin benar, penurunan realisasi proyek-proyek investasi ini terkait dengan kondisi global yang hampir setahun ini tidak menentu akibat gonjang-ganjing harga minyak, gejolak harga komoditas pangan, dan krisis finansial yang semakin melebar. Artinya, boleh jadi, penurunan itu tak hanya dialami negeri kita. Kelesuan investasi barangkali memang merebak pula di negara-negara lain.

Tetapi, bagaimanapun, kenyataan itu tak boleh dijadikan alasan untuk bersikap meremehkan masalah yang muncul di hadapan kita. Seolah-olah penurunan realisasi proyek-proyek investasi adalah sesuatu yang wajar dan patut kita terima apa adanya. Seolah-olah iklim investasi di negeri kita sudah tanpa masalah.

Sikap seperti itu sungguh berbahaya. Paling tidak, karena sikap itu bersifat fatalistik. Membunuh semangat melawan keadaan.

Penurunan minat berinvestasi maupun penurunan realisasi proyek-proyek penanaman modal mestinya diperlakukan sebagai penanda (alert) untuk segera bertindak memperbaiki kondisi. Segera melakukan langkah-langkah penanganan agar kegiatan investasi di negeri kita tetap bergairah.

Artinya, kondisi global boleh lesu atau tidak kondusif. Tapi kegiatan investasi di dalam negeri harus dikondisikan tetap bergelora. Pemilik modal harus bisa ditempatkan pada posisi yang membuat mereka tidak beralasan menunda ataupun membatalkan rencana pembangunan proyek investasi.

Untuk itu, iklim investasi di dalam negeri harus lebih dibenahi secara mendasar dan serius. Terlebih lagi, kalangan pemilik modal masih saja mengeluhkan betapa iklim investasi di negeri kita ini tidak membuat mereka merasa nyaman.***
Jakarta, 17 Juni 2008