20 April 2008

Harga Kian Mencemaskan

Harga minyak dan harga pangan di pasar dunia kian mencemaskan saja. Akhir pekan lalu, harga minyak maupun pangan -- khususnya beras -- kembali naik. Masing-masing mengukir kembali rekor baru harga tertinggi. Harga minyak menyentuh level 117 dolar AS dari posisi Rabu pekan lalu (16/4) sebesar 115 dolar AS per barel. Sementara harga beras melonjak ke level yang mendekati seribu dolar AS per metrik ton.

Tak ada yang berani menjamin bahwa harga minyak dan harga pangan dunia ini segera kembali meluncur turun. Yang mungkin terjadi, seperti kata kalangan pengamat, harga kedua komoditas itu -- juga aneka komoditas perkebunan dan logam -- justru naik lebih tinggi lagi.

Kemungkinan itu sungguh mencemaskan. Sebab kenaikan harga minyak maupun komoditas pangan yang telah terjadi hingga sejauh ini sudah amat fantastis. Harga beras, misalnya, sudah naik sekitar 75 persen dibanding tahun lalu. Begitu juga kurang lebih lonjakan harga minyak. Kenyataan tersebut jelas membuat kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik menjadi menyesakkan.

Justru itu, kenaikan lebih lanjut harga minyak dan pangan, tak bisa tidak, berimplikasi lebih menyengsarakan. Harga pangan yang terus membubung ke level amat tinggi, misalnya, niscaya membuat lebih banyak orang dilanda kelaparan. Harga minyak yang semakin tak terkendali juga mengakibatkan kehidupan ekonomi masyarakat menjadi semakin tak sehat atau bahkan macet.

Aneka pendapat, evaluasi, studi, ataupun analisis sudah memberi penjelasan terhadap gejolak harga minyak dan pangan dunia ini. Kesimpulannya senada: gejolak itu sungguh sulit dibendung. Kenaikan harga minyak dan komoditas pangan dunia sulit dihindari. Tak terkecuali oleh kita. Suka ataupun tidak, kita juga harus menanggung beban gejolak harga minyak dan pangan ini.

Kita tentu amat berharap pemerintah mampu mengatasi beban itu, sehingga kehidupan rakyat tidak lantas menjadi sesak dan sengsara. Paling tidak, krisis harga minyak dan pangan sekarang ini jangan sampai berdampak terlampau dalam menurunkan kualitas kehidupan rakyat. Artinya, di tengah tekanan harga minyak dan pangan dunia, kehidupan rakyat bisa relatif tetap baik. Kemiskinan tidak lantas kian menjadi-jadi. Kepapaan tidak sampai semakin merebak.

Untuk itu, pemerintah memiliki banyak pilihan kebijakan maupun strategi. Dari yang paling mungkin (feasible) hingga paling tidak populer. Justru itu, yang penting pemerintah memiliki kepercayaan diri tinggi. Tanpa kepercayaan diri tinggi, pilihan kebijakan, strategi, ataupun langkah untuk mengatasi masalah lonjakan harga minyak dan pangan ini sulit bisa dirumuskan. Selalu ragu dilakukan. Padahal kekurangberanian mengambil langkah sungguh berisiko: beban masalah kian serius dan pasti berdampak amat menyengsarakan rakyat.

Untuk itu pula, berbagai elemen bangsa perlu memberi dukungan kuat kepada pemerintah. Apa pun kebijakan, strategi, ataupun langkah yang ditempuh pemerintah dalam rangka mengatasi beban lonjakan harga minyak dan pangan dunia ini tak perlu kita recoki. Sikap kritis tetap perlu. Tapi menimbang situasi dan kondisi yang semakin rawan terkait gejolak itu, sikap kritis jangan lagi bernuansa politis. Sikap kritis lebih ditempatkan sebagai masukan konstruktif untuk mempertajam arah maupun daya guna langkah pemerintah. Dalam konteks ini, semua elemen bangsa perlu membuang jauh apriori ataupun prasangka. Kita perlu memberi pemerintah keleluasaan untuk bertindak mengatasi keadaan dengan keyakinan penuh bahwa tindakan itu semata dan hanya untuk kebaikan kita bersama.

Dengan demikian, kita tak membuat pemerintah ragu ataupun gamang dalam bertindak: bahwa langkah yang ditempuh dalam mengatasi beban yang lahir akibat gejolak harga minyak dan pangan dunia ini secara politis bisa menjadi bumerang. Tidak hanya dalam jangka pendek. Bahkan di kemudian hari, langkah itu tidak diungkit-ungkit sebagai sebuah dosa besar tak termaafkan.***
Jakarta, 20 April 2008


Tidak ada komentar: