21 November 2001

Akuisisi Bank BII


Jelas sudah, Bank Internasional Indonesia (BII) tidak jadi diakuisisi Bank Mandiri. Pemerintah akhirnya memutuskan BII menjadi bank stand alone alias berdiri sendiri. Untuk itu, pemerintah sudah memperkuat posisi keuangan BII dengan memberikan hedge bonds (obligasi lindung nilai) sebesar Rp 14 triliun. Dengan itu, likuiditas BII kini sudah mulai membaik. Rasio kecukupan modal (CAR), misalnya, disebut-sebut sudah di atas 8 persen. Posisi tersebut sudah aman jika dikaitkan dengan ketentuan Bank Indonesia yang mewajibkan perbankan nasional memiliki CAR minimal 8 persen pada akhir 2001 ini.

Dalam rangka mengupayakan BII menjadi bank stand alone, pemerintah akan mengeluarkan dana untuk membiayai interbank dan divertax, masing-masing sebesar Rp 1,2 triliun dan Rp 800 miliar. Dana tersebut, menurut Menneg BUMN Laksamana Sukardi, bersumber pada obligasi yang dimiliki pemerintah di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berupa recycle bonds.

Konon, bagi pemerintah, membiarkan BII menjadi bank stand alone lebih ekonomis ketimbang menggabungkannya ke Bank Mandiri. Paling tidak, karena proses merger masih membutuhkan waktu lumayan lama -- meski Bank Mandiri sendiri sudah melakukan due diligence terhadap BII. Selebihnya, boleh jadi, sebagai bank yang mulai sehat kembali BII menjanjikan prospek bagus. Terlebih bank eks milik Sinar Mas Group itu sudah terbilang mapan berkiprah di sektor ritel.

Bank Mandiri sendiri, keputusan pemerintah menjadikan BII sebagai bank stand alone ini jelas melegakan. Itu lebih baik ketimbang mereka menunggu rencana akuisisi BII -- notabene sudah matang -- terus mengambang. Setelah jelas rencana akuisisi batal, kini Bank Mandiri bisa benar-benar berkonsentrasi menuju privatisasi melalui initial public offering (IPO) pada awal 2002.

Rencana IPO itu sendiri semula dijadwalkan pada akhir Oktober 2001. Namun gara-gara masuk agenda akuisisi BII, rencana tersebut terpaksa jadi agak molor. Itu terkait penundaan penerbitan obligasi lindung nilai untuk BII yang terbentur masalah personal guarantee Eka Tjipta Widjaja selaku pemilik Sinar Mas Group. Penerbitan hedge bond itu sendiri baru terlaksana awal November 2001.

Dari segi bisnis, akuisisi atas BII memang sungguh strategis bagi Bank Mandiri. Akusisi memungkinkan Bank Mandiri membangun sinergi dan tampil sebagai bank universal: menggarap sektor korporat sekaligus ritel. Itu pula yang membuat manajemen Bank Mandiri sejak awal sangat antusias oleh tawaran akuisisi BII yang disorongkan pemerintah.

Tapi aspek bisnis pula yang membuat manajemen Bank Mandiri ekstra hati-hati dalam menimbang akuisisi atas BII ini. Mereka tak menghendaki akuisisi sekadar melahirkan beban ruwet yang menguras energi. Bisa dipahami jika dalam rangka mengakuisisi BII ini mereka disebut-sebut menyodorkan persyaratan lumayan berat: meminta Depkeu memberikan komitmen tetap mempertahankan dana subsidi senilai Rp 8,5 triliun yang selama ini telah ditempatkan di Bank Mandiri. Dana tersebut diminta dipertahankan selama masa integrasi 1,5 hingga 2 tahun jika Bank Mandiri jadi mengakusisi BII.

Di samping itu, Bank Mandiri juga meminta BPPN menyetujui recycled bond (obligasi daur ulang) senilai Rp 4 triliun -- kelebihan rekapitalisasi Bank Mandiri -- tetap mereka gunakan. Selebihnya, Bank Mandiri meminta penerbitan hedge bond sebagai pertukaran pengalihan kredit Sinar Mas Group kepada BPPN senilai 1,059 juta dolar. Penerbitan hedge bond ini merupakan penjaminan atas pinjaman macet Sinar Mas Group kepada BII.

Selain kredit BII kepada Sinar Mas Group diambil-alih pemerintah, Bank Mandiri juga meminta agar sejumlah kredit BII di luar Sinar Mas dikeluarkan dari neraca BII. Dalam konteks ini, manajemen Bank Mandiri menduga sejumlah kredit BII non-Sinar Mas tergolong bermasalah. Justru itu, kalau disertakan, kredit BII non-Sinar MAs bakal membuat Bank Mandiri harus mengeluarkan biaya provisi (pencadangan).

Nah, pencadangan itu dapat menganggu modal Bank Mandiri. Dalam konteks ini, CAR Bank Mandiri bisa melorot drastis. Ini jelas riskan, dan karena itu harus benar-benar diperhitungkan dalam rangka menimbang akuisisi BII ini.

Walhasil, bila harga yang harus dibayar tak sesuai, bagi Bank Mandiri batalnya akusisi atas BII malah lebih baik. Tinggal BII sendiri setelah ditetapkan menjadi bank stand alone: akankah kinerja mereka ke depan ini bergulir mulus dan bagus?***

Jakarta, 21 November 2001




Tidak ada komentar: