10 September 2007

Makna Deklarasi APEC

Isu perdagangan global masuk Deklarasi Pertemuan Puncak ke-15 Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Sydney, Australia, yang berakhir Minggu kemarin. Para pemimpin APEC mendukung dan memberi komitmen politik untuk menyukseskan perundingan mengenai isu perdagangan global ini lewat Putaran Doha.

Komitmen itu sangat strategis dan punya makna istimewa. Pertama, karena komitmen itu mencerminkan kesadaran para pemimpin ekonomi, terutama kelompok ekonomi maju seperti AS, untuk mengembalikan forum APEC pada relnya: kerja sama ekonomi, terutama liberalisasi perdagangan.

Dengan adanya komitmen itu, isu-isu yang sekarang ini mengganjal perdagangan global -- termasuk antaranggota ekonomi APEC sendiri -- bisa diharapkan segera menemukan solusi yang menguntungkan kepentingan bersama.

Memang, forum APEC hanya mencakup 21 anggota ekonomi. Tetapi terutama karena mencakup ekonomi yang berpengaruh besar di tingkat global, seperti AS, Jepang, juga China, forum APEC bisa berperan menentukan dalam pembahasan masalah-masalah yang selama ini mengganjal perdagangan global.

Kedua, masuknya isu perdagangan global ke dalam Deklarasi Pertemuan Puncak APEC di Sydney ini strategis dan istimewa karena Putaran Doha sendiri, yang menjadi wahana perundingan perdahagangan global dalam kerangka Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), telanjur macet. Padahal isu perdagangan global tetap krusial karena belum juga menjamin situasi pasar yang berlangsung bebas, jujur, aman, dan adil (fair).

Karena itu, sekali lagi, Deklarasi Pertemuan Puncak APEC di Sydney yang mencakup pula isu perdagangan global ini sungguh melegakan. Juga menerbitkan harapan tentang kelanjutan Putaran Doha dengan hasil-hasil yang benar-benar konstruktif.

Sebenarnya, harapan itu senantiasa membayangi setiap Pertemuan Puncak APEC. Terlebih karena nasib Putaran Doha sendiri semakin tidak jelas. Putaran Doha terus macet akibat perbedaan kepentingan antara kelompok negara maju dan kelompok negara berkembang tak kunjung menemukan langkah pemecahan.

Tetapi dalam situasi seperti itu, hasil Pertemuan Puncak APEC dalam beberapa tahun terakhir selalu mengecewakan. Pertemuan APEC justru tidak fokus atau bahkan melupakan isu-isu ekonomi global. APEC seolah kehilangan roh atau elan vital. APEC telah melenceng jauh dari tujuan utama yang melatari kelahiran forum tersebut pada 1989 silam: kerja sama ekonomi sebagaimana tercermin pada nama APEC sendiri.
Dalam beberapa tahun terakhir, setiap Pertemuan Puncak APEC selalu berfokus pada isu-isu politik global, terutama terorisme. Dalam konteks ini, AS di bawah kepemimpinan Presiden George W Bush terlalu dominan dan sukses mendiktekan kepentingan mereka.

Tapi syukurlah. Kesadaran telah muncul. Dalam Pertemuan Puncak di Sydney, para pemimpin APEC seolah ingin mengoreksi kekeliruan mereka selama ini. Meski isu nonekonomi -- kali ini terutama isu perubahan iklim global -- tetap mewarnai, Pertemuan Puncak APEC di Sydney juga memberi fokus terhadap isu substantif APEC: kerja sama ekonomi dan liberalisasi perdagangan dengan memberikan komitmen politik ke arah kelanjutan Putaran Doha.

Itu semakin membesarkan hati karena para pemimpin APEC juga menjanjikan fleksibilitas sikap mereka yang memungkinkan kelanjutan perundingan Putaran Doha tidak berlarut-larut. Artinya, mereka memiliki kemauan untuk melunakkan sikap mereka dari posisi masing-masing selama ini dalam perundingan Putaran Doha mendatang. Dengan itu pula, mereka memberi isyarat bahwa mereka akan mendorong Putaran Doha memasuki fase akhir pada tahun ini.

Tentu, kita amat berharap itu semua bukan sekadar "angin surga". Jika itu yang terjadi, jelas, Pertemuan Puncak APEC di Sydney lebih merupakan dagelan. Di sisi lain, perdagangan global juga tetap kental diwarnai ketidakadilan dan lebih menguntungkan negara-negara maju.***
Jakarta, 10 September 2007