18 Februari 2008

Calon Gubernur BI Miskin Variasi

Keberatan beberapa kalangan terhadap calon Gubernur Bank Indonesia (BI) yang diajukan Presiden ke DPR sungguh bisa dipahami. Ini bukan soal figur calon-calon itu sendiri, karena toh dua nama yang diajukan Presiden memiliki kredibilitas memadai untuk menduduki kursi orang nomor satu di BI. Paling tidak, kedua calon itu -- Agus Martowardojo dan Raden Pardede -- selama ini sudah intens berkecimpung di sektor keuangan.

Agus Martowardojo adalah banker tulen. Sederet posisi strategis pernah dia isi di sejumlah perbankan nasional. Terakhir, sejak dua tahun lalu, dia menjabat sebagai Dirut Bank Mandiri yang notabene adalah bank (BUMN) terbesar di dalam negeri. Lalu posisi sebagai Ketua Ikatan Banker Indonesia serta Ketua Umum Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) juga mempertegas sosok Agus di sektor keuangan ini, khususnya dunia perbankan. Singkatnya, kapabilitas Agus untuk menempati posisi Gubernur BI sama sekali tak perlu diragukan lagi.

Raden Pardede sendiri memang tidak sejak awal berkarier di sektor keuangan seperti Agus Martowardojo. Namun dia dalah sosok yang juga punya cukup bekal pengalaman di bidang finansial. Dia antara lain pernah menjadi analis di PT Danareksa, sebuah BUMN yang bergelut di sektor keuangan.

Tapi yang lebih mengesankan lagi, Raden Pardede sejak tahun lalu dipercaya menjabat sebagai Ketua Tim Forum Stabilitas Sistem Keuangan. Lembaga yang dibentuk BI dan Departemen Keuangan itu amat strategis karena mengemban fungsi utama menganalisis perkembangan ekonomi-moneter sebagai pijakan bagi kalangan pengambil kebijakan -- termasuk BI -- dalam menjaga sistem keuangan nasional tetap stabil dan sehat. Jadi, jelas, sosok Raden Pardede dalam urusan ekonomi-moneter ini juga tak bisa dipandang remeh.

Karena itu, sekali lagi, keberatan sejumlah kalangan terhadap calon Gubernur BI yang diajukan Presiden ke DPR bukan menyangkut masalah kapabilitas profesional masing-masing calon. Keberatan itu lebih karena calon yang diajukan Presiden sama sekali tanpa figur orang dalam BI sendiri. Seolah-olah BI tidak memiliki stok untuk itu. Seolah-olah Presiden tidak percaya atau ragu terhadap orang dalam BI untuk sekadar dijadikan salah satu calon Gubernur BI.

Padahal, tentu, BI punya segudang sosok yang layak ditunjuk Presiden sebagai calon pengganti Burhanuddin Abdullah dalam memimpin BI. Bahkan, boleh jadi, BI sendiri selama ini diam-diam sudah menyiapkan kader untuk itu. Sebut saja, antara lain, Hariadi A Sarwono dan Muliawan D Hadad yang kini sama-sama menduduki jabatan sebagai Deputi Geburnur, serta Miranda Swaray Goeltom yang sekarang menjadi Deputi Senior Gubernur. Di luar itu, BI juga punya beberapa "alumnus" seperti Aulia Pohan -- mantan Deputi Gubernur.

Karena itu, memang terasa agak janggal bahwa nama-nama calon Gubernur BI yang diajukan Presiden ke DPR tak satu pun merupakan orang dalam BI sendiri. Sungguh terasa aneh bahwa BI sampai tak terwakili dalam percalonan untuk posisi paling strategis di institusi mereka sendiri.

Tapi, karena alasan etis, BI secara formal sulit terang-terangan menunjukkan keberatan ataupun kekecewaan. Juga BI tak mungkin menolak nama-nama calon yang diajukan Presiden. Namun boleh diyakini, BI pasti memendam harapan: orang mereka sendiri termasuk calon yang diajukan Presiden ke DPR.

Bagi kita sendiri, harapan BI itu -- juga keberatan sejumlah kalangan terhadap calon yang sudah diajukan Presiden ke DPR -- lebih dari sekadar patut. Lebih dari sekadar bisa dimaklumi. Artinya, nama dari lingkungan dalam BI sendiri mestinya turut masuk menjadi calon untuk memberi variasi pilihan.

Kita berkeyakinan, pilihan bervariasi menganai calon Gubernur BI ini lebih membuka kemungkinan tentang sebuah proses pemilihan yang lebih objektif dan sehat. Sebab, sesuai proses uji kepantasan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap semua calon, DPR bisa melakukan perbandingan secara memadai. Dengan demikian, figur yang kelak terpilih bisa diharapkan tidak sekadar memenuhi tantangan dan tuntutan objektif, melainkan juga secara psikologis lebih bisa diterima semua pihak. Termasuk oleh BI sendiri, meski figur terpilih ternyata bukan dari lingkungan dalam mereka sekalipun.***
Jakarta, 17 Februari 2008