31 Desember 2007

Ketidakwajaran di Ujung Tahun

Jika anggaran negara banyak terserap, mestinya itu pertanda positif. Pertanda kegiatan berjalan lancar. Pertanda semangat dan tanggung jawab aparat pemerintah melaksanakan pekerjaan boleh diacungi jempol.

Karena itu pula, tingginya tingkat penyerapan anggaran mestinya tidak terasa aneh. Tidak harus menjadi sesuatu yang terkesan janggal.

Tetapi manakala ternyata sekian banyak anggaran tersedot di menit-menit terakhir menjelang tutup buku, itu terasa tidak wajar. Aneh. Mencengangkan. Rasa curiga kita serta-merta terusik. Terlebih jika di awal-awal, dengan berbagai alasan, jajaran aparat pemerintah sempat menyatakan tidak sanggup melaksanakan pekerjaan.

Mungkin benar, secara objektif pekerjaan di lapangan terselesaikan sesuai waktu yang ditargetkan. Tapi jika penyelesaian itu dikebut dalam tempo yang terbilang sudah sangat mepet, mutu pekerjaan amat sulit diharapkan bisa memenuhi syarat. Kita tidak yakin bahwa mutu pekerjaan itu bisa dipertanggungjawabkan. Terlebih lagi jika secara teknis pekerjaan itu mustahil bisa dituntaskan dalam sekejap.

Jadi, penyerapan anggaran yang mendadak melonjak drastis di penghujung tahun ini tetap saja amat terasa tidak wajar. Mencengangkan. Hanya Sangkuriang atau Bandung Bondowoso yang mungkin sanggup menyelesaikan pekerjaan berat dalam tempo singkat.

Aparat pemerintahan kita jelas bukan Sangkuriang yang sanggup menerima tantangan Dayang Sumbi membuat perahu raksasa dalam tempo semalam. Mereka juga bukan Bandung Bondowoso yang menyanggupi membangun candi Roro Jongrang hanya dalam waktu semalam suntuk.

Aparat pemerintahan kita bukan saja tidak memiliki mantra sakti abakadabra yang memungkinkan pekerjaan bisa diselesaikan dalam tempo sekejap.

Lebih dari itu, mereka justru sejak lama dikenal lelet alias tidak trengginas dalam bekerja. Mereka terbiasa dengan budaya berleha-leha. Kerja cepat tanpa mengabaikan mutu nyaris tidak masuk dalam rumus mereka. Sampai-sampai ada anekdot, bahwa aparat pemerintahan kita hanya mengucurkan keringat manakala makan besar. Bukan saat bekerja, karena sikap dan perilaku kerja mereka memang amat minimalis!

Karena itu pula, sekali lagi, tingkat penyerapan anggaran yang mendadak naik drastis menjelang tutup buku di penghujung tahun ini serta-merta membuat kita tercenang. Takjub.
Kita nyaris tak percaya. Bahkan kita curiga: bahwa di balik penyerapan anggaran yang menakjubkan ini ada rekayasa. Ada akal-akalan. Semata agar anggaran yang sudah dialokasikan tidak lantas menjadi sia-sia. Agar anggaran bisa habis terpakai.

Sebenarnya, kecenderungan seperti itu sudah sejak lama berlangsung. Sudah rutin. Setiap menjelang tutup buku, tingkat penyerapan anggaran selalu mendadak melonjak drastis hingga mendekati alokasi. Ketika tutup tahun, sedikit sekali anggaran yang tidak terpakai. Padahal sebelum menjelang akhir tahun, menjelang tutup buku, tingkat penyerapan anggaran relatif rendah.

Tetapi selalu saja semua itu sekadar menjadi ketakjuban dan kecurigaan. Kita tidak pernah memperoleh klarifikasi bahwa tingkat penyerapan anggaran yang mendadak naik drastis menjelang tutup tahun itu memang tidak wajar.

Kita tidak pernah memperoleh penjelasan terbuka dan resmi bahwa penyerapan anggaran itu mengandung rekayasa sekadar untuk menghabiskan keuangan negara. Kita tidak pernah menerima laporan bahwa penyerapan anggaran yang menakjubkan itu melanggar prinsip good governance.

Justru itu, kini saatnya kita membuktikan bahwa kecurigaan tentang penyerapan anggaran yang tidak wajar di penghujung tahun itu sungguh tidak mengada-ada. Kita tak boleh lagi seperti tak berdaya untuk melakukan pembuktian. Tahun baru 2008 harus benar-benar kita jadikan momentum untuk menegakkan prinsip good governanve.

Untuk itu, niat Menkeu mengerahkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan pemeriksaan terhadap lonjakan drastis penyerapan anggaran di penghujung tutup buku ini tak boleh sekadar lips service. Niat tersebut harus benar-benar dilaksanakan!***
Jakarta, 31 Desember 2007

Tidak ada komentar: