27 Desember 2007

Pembatasan BBM Dibatalkan

Pembatasan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) jenis premium, yang notabene bersubsidi, mungkin tak bakal sampai melahirkan instabilitas politik dan keamanan di dalam negeri. Terlebih, menurut rencana, kebijakan tersebut sebatas diberlakukan di Jabodetabek plus beberapa kota besar lain. Sasarannya juga hanya meliputi pengguna mobil pribadi.

Tapi pemerintah tetap harus rela dicaci-maki. Atau bahkan harus siap "dihukum". Caci-maki dan hukuman pasti dilakukan publik yang merasa dirugikan. Hukuman pasti mereka jatuhkan saat pemilu nanti. Maklum, karena pembatasan pemakaian BBM bersubdidi termasuk tindakan tidak populer. Sangat menohok langsung ke ulu hati publik.

Karena itu, jika benar, pembatalan rencana pembatasan pemakaian premium tak sulit kita pahami. Kita bisa langsung menarik kesimpulan bahwa pemerintah tak mau berisiko dicaci-maki dan dihukum oleh publik.

Bagi pemerintah, biaya politik itu sungguh jauh tak sepadan dengan nilai dana yang bisa dihemat lewat pembatasan pemabakaian BBM bersubsidi. Terlebih dana yang bisa dihemat itu hanya berjumlah sekitar Rp 6 triliun per tahun. Angka itu relatif tak berarti dibanding nilai popularitas pemerintah yang jatuh terpuruk jika rencana pembatasan pemakaian BBM bersubsidi tetap dilaksanakan.

Semula pemerintah demikian menggebu menggulirkan rencana pembatasan pemakaian BBM bersubsidi, khususnya bagi pengguna mobil pribadi ini. Bahkan pemerintah sudah mematok rencana bahwa kebijakan itu diimplementasikan mulai awal tahun depan. Alasan utama tentang itu adalah beban subsidi BBM yang kian membengkak dan membuat struktur anggaran negara menjadi tidak sehat.

Dengan harga minyak mentah di pasar dunia di posisi hampir 100 dolar AS per barel, subsidi BBM dalam APBN membengkak menjadi Rp 87 triliun. Padahal sebelum harga minyak di pasar dunia gonjang-ganjing, subsidi BBM bisa ditekan di bawah Rp 50 triliun.

Subsidi BBM tak terhindarkan membengkak sangat signifikan sebagai konsekuensi lonjakan harga minyak dunia yang mencapai level jauh di atas harga asumsi yang dipatok dalam APBN. Dalam APBN 2008, harga minyak ini diasumsikan 60 dolar AS per barel. Padahal di pasar dunia dunia, harga minyak ini rata-rata sudah di atas 95 dolar AS per barel.

Jadi, memang, amat masuk akal jika tempo hari pemerintah lantas begitu menggebu mencanangkan rencana strategi pembatasan pemakaian BBM bersubsidi mulai awal tahun depan. Tapi jika benar pemerintah memutuskan membatalkan rencana itu, masalah beban subsidi BBM tak serta-merta bisa dilupakan atau dianggap tak merisaukan lagi.

Melihat gelagat yang berkembang, harga minyak di pasar dunia sulit diharapkan bisa melorot ke posisi yang mendekati level asumsi APBN. Sangat boleh jadi, harga minyak di pasar dunia tetap bertahan di level 90-an dolar AS per barel.

Justru itu, kebutuhan menyangkut peningkatan produksi minyak di dalam negeri menjadi kian niscaya. Artinya, program ke arah itu mesti kian serius digencarkan. Berbagai strategi kebijakan yang melicinkan jalan bagi peningkatan produksi minyak di dalam negeri mutlak harus bisa dirumuskan dan diterapkan secara konsisten.

Di sisi lain, program penghematan penggunaan energi, khususnya BBM, tak boleh lagi sekadar menjadi wujud kepanikan sesaat terkait lonjakan harga minyak dunia. Bahwa pembatasan pemakaian BBM bersubsidi dibatalkan, berbagai alternatif kebijakan harus segera dicari dan diterapkan.

Sementara program-program yang sudah mulai dilakukan seyogyanya tidak dikendurkan, melainkan justru kian diintensifkan dengan cakupan yang semakin luas. Misalnya program konversi penggunaan minyak tanah ke gas atau pun penggantian turbin pembangkit listrik yang tidak berbasis minyak.

Di luar itu, dalam jangka panjang, penciutan subsidi BBM harus terus konsisten dilakukan. Itu mutlak karena subsidi adalah kanker berbahaya yang membuat anggaran negara tidak pernah sehat. Terlebih lagi banyak studi menunjukkan bahwa subsidi lebih banyak dinikmati oleh mereka yang bukan sasaran, yaitu kelompok masyarakat menengah atas. Bukan rakyat golongan miskin.***
Jakarta, 27 Desember 2007

Tidak ada komentar: