24 Juni 2011

KPU Harus Independen

Kasus dugaan pemalsuan dokumen keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sengketa hasil Pemilu 2009 menimbulkan rasa miris. Itulah: orang mulai mempertanyakan legitimasi hasil Pemilu 2009.


Itu serta-merta menerbitkan rasa miris, karena secara politis bisa berimplikasi serius -- dan karena itu juga berbahaya bagi stabilitas sosial-politik. Kalau hasil pemilu dianggap tidak legitimate, berarti lembaga-lembaga perwakilan rakyat juga tidak legitimate. Berarti pemerintahan juga tidak legitimate.

Kalau tidak legitimate, berarti produk-produk keputusan ataupun kebijakan yang dihasilkan lembaga perwakilan rakyat maupun pemerintahan -- termasuk keberadaan lembaga judikatif -- otomatis tidak layak dihormati dan dipatuhi! Bisa dibayangkan, karena itu, kehidupan sosial-politik niscaya bisa kacau!

Memang, keabsahan hasil Pemilu 2009 sendiri sulit diganggu gugat. Sebab toh hasil pemilu itu secara resmi sudah diterima dan diakui oleh para peserta pemilu. Namun harus dijaga agar hasil pemilu itu tidak lantas dianggap tidak legitimate.

Karena itu, proses kerja Panja Mafia Pemilu di DPR kita harapkan lebih membatasi diri dan sepenuhnya hanya fokus pada kasus dugaan pemalsuan surat keputusan MK soal calon anggota legislatif asal Sulsel yang melibatkan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati. Meski penelisikan kasus tersebut ternyata membuka jalan ke arah kasus-kasus lain seputar kecurangan dalam penyelengaraan Pemilu 2009, Panja tak boleh sampai tergoda untuk melangkah terlalu jauh.

Memang, godaan ke arah itu bisa begitu kuat bagi Panja Mafia Pemilu karena selama ini orang juga mencium banyak kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2009 -- namun tak ditemukan bukti nyata tentang itu. Meski begitu Panja hendaknya tetap menahan diri. Mengungkap lebih jauh indikasi-indikasi yang sudah terkuak -- bahwa pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilu 2009 jauh lebih luas dari sekadar kasus pemalsuan putusan MK -- bagaimanapun bisa menjadi tidak produktif dan berbahaya bagi stabilitas sosial-politik. Itu tadi: sikap-sikap yang mempertanyakan legitimasi hasil Pemilu 2009 bisa-bisa meluas.

Sikap-sikap yang mempertanyakan legitimasi hasil Pemilu 2009 memang tak sepatutnya terus bergulir hingga membesar bak bola salju. Kesadaran tentang itu bahkan sebaiknya kini diacukan kepada sesuatu yang lebih bermanfaat dan produktif bagi kehidupan kita bersama sebagai bangsa. Yaitu bahwa penyelenggaraan pemilu dalam kesempatan mendatang harus lebih baik, dalam arti lebih tertib, transparan, jujur, dan adil.

Itu berarti, institusi KPU selaku penyelenggara pemilu harus benar-benar bisa diisi oleh figur-figur yang teruji memiliki integritas tinggi dan profesional. Integritas tinggi mengandung arti bahwa aspek moral tidak gampang meleleh oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Sementara profesional berarti syarat kapabilitas dan kapasitas tinggi dalam bekerja harus bisa terpenuhi.

Tetapi di sisi lain, pelaksanaan Pemilu 2009 juga memberi pelajaran berharga. Yaitu bahwa aturan main pemilu harus menempatkan KPU benar-benar independen. KPU tak boleh gampang diintervensi ataupun disusupi kepentingan politik pihak luar, khususnya peserta pemilu. Jelas ini menjadi tugas DPR yang kini sedang melakukan pembahasan RUU Penyelenggara Pemilu.***