08 Agustus 2012

Jalur Mudik, Jalur Proyek


Setiap menjelang Lebaran, jalur mudik selalu saja diperbaiki. Manakala hari sudah bergulir mendekati momen Lebaran, kesibukan pengerjaan perbaikan jalan serentak terhampar di banyak titik jalur mudik yang sebelumnya justru terkesan dibiarkan amburadul.

Kesibukan itu jelas menunjukkan upaya pemerintah menyulap jalur mudik agar bisa nyaman dan aman dilalui. Bukan saja lubang-lubang ditutup dan permukaan jalan dibuat rata, bahkan di sejumlah titik badan jalan dibongkar total serta selanjutnya dicor beton.

Tetapi kenapa perbaikan itu selalu saja dilakukan menjelang Lebaran? Kenapa sebelumnya titik-titik kerusakan jalan justru seperti sengaja dibiarkan? Kenapa langkah perbaikan tidak dilaksanakan sejak jauh-jauh hari, sehingga pekerjaan tidak kedodoran? Bukankah justru karena kepepet momen  Lebaran, di banyak titik pekerjaan perbaikan itu menjadi tak bisa tuntas atau bahkan asal-asalan saja sehingga jalur mudik pun tak sepenuhnya bisa mulus?

Tanpa mengurangi penghargaan terhadap keinginan baik pemerintah menyiapkan jalur mudik menjadi nyaman dan aman, tindak perbaikan jalan menjelang Lebaran adalah kebiasaan buruk. Itulah: pemeliharaan fasilitas publik tidak menjadi program rutin dan berkesinambungan. Pemeliharaan jalan, termasuk jalur mudik, tidak dipandang sebagai kebutuhan guna menjamin kenyamanan dan keamanan jalan terus terjaga setiap saat.

Dalam perspektif lain, selama ini pemeliharaan fasilitas publik berupa sarana jalan sekadar menjadi bagian tradisi mudik Lebaran. Karena itu, usai Lebaran, berbagai jalur jalan nyaris tanpa sentuhan pemeliharaan yang bersifat serius. Terlebih, karena cenderung dilakukan terburu-buru lantaran mengejar momen Lebaran, kualitas pekerjaan perbaikan itu sendiri tidak selalu menjamin kelayakan jalan bisa bertahan dalam jangka panjang.

Karena minim pemeliharaan, kondisi berbagai jalur jalan usai Lebaran seolah sengaja dibiarkan begitu saja. Jalan menjadi rusak atau bahkan amburadul pun sepertinya tak mengusik perhatian pemerintah. Tindak pemeliharaan serius tak dilakukan sampai muncul momen Lebaran berikutnya.

Walhasil, pemeliharaan jalan lebih merupakan proyek tahunan. Proyek itu diwujudkan berupa perbaikan yang tergolong masif dan bersifat serentak. Tapi ibarat legenda Bandung Bondowoso yang harus membangun candi dalam tempo semalam saja, perbaikan itu ditumpukan dalam rentang waktu sangat pendek: dua tiga pekan menjelang Lebaran. Justru itu, mutu kelayakan jalan pun secara keseluruhan tak terjamin bisa bertahan lama.

Kebiasaan buruk itu -- perbaikan sarana jalan hanya dilakukan menjelang Lebaran -- patut diberangus. Kebiasaan menjadikan pemeliharaan dan perbaikan jalan sebagai proyek tahunan dalam rangka Lebaran sungguh tidak sehat. Tak sehat karena seolah sarana jalan digunakan sekadar untuk mewadahi arus mudik.

Dalam perspektif itu, sudah saatnya jalan raya benar-benar diperlakukan sebagai urat nadi kehidupan bersama. Jalan raya adalah wahana lalu-lintas arus sosial, ekonomi, juga budaya. Itu berarti, jalan raya jangan lagi cenderung diperlakukan sebagai proyek tahunan yang diacukan sebatas untuk mewadahi arus mudik!

Jakarta, 8 Agustus 2012