05 Agustus 2011

Jangan Omdo


Langkah sigap ditunjukkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kemarin. Merespons perkembangan ekonomi dunia yang menunjukkan gelagat mengkhawatirkan, Presiden mendadak menggelar rapat koordinasi terbatas bidang perekonomian
yang diikuti sejumlah menteri terkait, termasuk Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Komite Ekonomi Nasional.
      
Kita patut mengapresiasi sikap tanggap Presiden dalam menghadapi gelagat memburuknya ekonomi dunia ini. Sikap antisipatif memang perlu karena perkembangan ekonomi dunia yang memburuk itu sangat mungkin mengimbas terhadap ekonomi nasional. Dengan menyiapkan langkah-langkah koordinasi antarinstansi, ekonomi nasional bisa diharapkan tidak ikut-ikutan memburuk. Kalaupun terimbas, dampak yang kemudian lahir masih mungkin tidak terlalu buruk.
      
Jadi, langkah Presiden mendadak menggelar rapat yang khusus membahas koordinasi untuk mengantisipasi krisis ekonomi dunia ini membuat kita tak beralasan cemas atau apalagi panik. Kalangan pemain pasar, dalam konteks ini, barangkali bisa dibuat lega. Mereka tak perlu terus bersikap paranoid seperti kemarin sebagaimana tecermin dalam anjloknya indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia.
      
Secara fundamental ekonomi, kita juga tak cukup beralasan mencemaskan kemungkinan ekonomi nasional tersungkur oleh imbas krisis global. Cadangan devisa, misalnya, jelas mantap: bernilai 122 miliar dolar AS. Dengan posisi cadangan devisa serupa itu, tak masuk akal kalau arus uang dan modal di pasar keuangan kita seketika berbalik mengalir deras ke luar. Dengan itu pula, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga bisa diharapkan tetap konsisten terjaga baik di level menggairahkan bagi kehidupan ekonomi.
      
Secara taktis-strategis, kita juga sudah memiliki protokol manajemen krisis. Dengan itu, kita tak perlu sampai
termehek-mehek manakala ekonomi nasional mengalami guncangan hebat, termasuk didera krisis global. Terlebih lagi secara psikologis kita juga memiliki pengalaman bagus dalam mengatasi imbas krisis ekonomi global ini.
      
Pengalaman itu tertorehkan tiga tahun lalu ketika krisis ekonomi AS menjadi gelombang tsunami yang menerjang ekonomi banyak negara, termasuk negara kita. Tapi ketika itu kita berhasil meminimalisasi imbas krisis itu sehingga tsunami krisis AS relatif tak membuat ekonomi kita ikut-ikutan porak-poranda.
      
Tetapi, memang, perkembangan ekonomi dunia sendiri sekarang ini terasa membuat riskan -- karena bukannya menunjukkan gejala menuju pemulihan, melainkan malah cenderung kian memburuk. Akibat krisis utang berkepanjangan yang melanda sejumlah negara di belahan Eropa, juga kondisi ekonomi AS yang menampakkan tanda-tanda di tubir krisis, kemarin sejumlah pusat keuangan dunia pun berguncang hebat. Indeks harga saham di bursa global maupun regional, termasuk bursa lokal kita sendiri, rontok secara signifikan.
      
Tentu, kita berharap gejolak di pasar keuangan dunia itu sekadar gejala sementara atau bahkan sesaat. Terutama di pasar keuangan kita sendiri, mudah-mudahan gejolak itu mereda. Itu tadi, karena dari sejumlah sisi kita tak beralasan bersikap risau atau apalagi panik -- kecuali fungsi koordinasi yang kemarin disiagakan Presiden lewat forum rapat terbatas ternyata tidak jalan!
      
Itu patut digarisbawahi karena soal kesungguhan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen merupakan salah satu simpul kelemahan pemerintahan Presiden SBY sekarang ini. Buktinya: bahkan sebagian besar instruksi Presiden tentang program-program pembangunan pun sekadar menjadi omongan doang alias omdo karena tak dilaksanakan menteri-menteri terkait!***

Jakarta, 5 Agustus 2011