14 Juli 2014

Koalisi Permanen

Bagi pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, koalisi permanen parpol-parpol pendukung mereka dalam Pemilu Presiden 2014 -- disebut koalisi Merah Putih -- sungguh merupakan keniscayaan. Andai mereka dinyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pemenang Pemilu Presiden 2014, koalisi otomatis menjadi instrumen strategis yang menggerakkan pemerintahan sekaligus menjadi bemper politik yang handal dan tangguh di parlemen.

Namun andai pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla yang ternyata dinyatakan sebagai pemenang Pemilu Presiden 2014 ini, bagi Prabowo-Hatta koalisi Merah Putih tetap tak kehilangan makna strategis. Koalisi Merah Putih memungkinkan mereka bisa membuat "perhitungan" terhadap Jokowi-Kalla. Mereka bisa menggerakkan koalisi Merah Putih menjadi kekuatan oposisi yang niscaya merepotkan pemerintahan Jokowi-Kalla di parlemen.

Soal itu bahkan sudah dibuktikan dalam pengesahan revisi Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang  MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) di DPR, beberapa waktu lalu. Dalam sidang di parlemen,  barisan parpol pendukung Jokowi-Kalla dibuat tak berdaya untuk membendung revisi undang-undang itu. Dengan jumlah kursi 420 (75 persen) di DPR 2009-2014, kubu parpol-parpol pendukung Prabowo-Hatta jelas kelewat kuat dalam mendorong pengesahan revisi itu.

Bagi barisan parpol pendukung Jokowi-Kalla, pengesahan revisi UU MD3 menjadi kekalahan karena revisiitu membuat PDIP selaku pemenang Pemilu Legislatif 2014 kehilangan hak untuk menduduki kursi Ketua DPR -- bahkan kursi pimpinan badan-badan kelengkapan DPR seperti kursi ketua komisi-komisi ataupun kursi Ketua Badan Anggaran. Selama ini kursi Ketua DPR otomatis menjadi jatah parpol pemenang pemilu. Namun dengan UU MD3 yang direvisi, kursi Ketua DPR maupun kursi pimpinan badan-badan kelengkapan DPR harus diperebutkan melalui mekanisme pemungutan suara.

Walhasil, dengan kekuatan 353 kursi (63 persen) di DPR periode 2014-2019, kubu parpol pendukung Prabowo-Hatta berpeluang besar merebut posisi-posisi strategis di parlemen. Tak bisa tidak, ini bisa makin mengefektifkan peran parpol barisan pendukung Prabowo-Hatta di DPR mendatang -- entah sebagai oposisi ataupun bukan, bergantung pasangan capres-cawapres mana yang diputuskan KPU sebagai pemenang pemilu presiden.

Karena itu, deklarasi koalisi Merah Putih sebagai koalisi permanen oleh barisan pimpinan parpol-parpol pendukung Prabowo-Hatta, kemarin, bisa juga dibaca sebagai sinyal tentang sebuah semangat persaingan. Yaitu bahwa semangat kubu Prabowo bersaing melawan kubu Jokowi tak lantas berakhir seiring selesainya pemilu presiden.

Dengan kata lain, kubu Prabowo telah mengirim peran kepada pihak di seberang bahwa persaingan akan terus berlanjut. Dalam konteks ini, deklarasi koalisi permanen laiknya sebuah benteng yang sengaja dibangun agar pihak lawan tak gampang menerobos dan menggerogoti koalisi. Juga agar koalisi parpol efektif alias tidak acap mandul seperti dialami koalisi parpol yang dibangun Partai Demokrat selaku pemenang pemilu legislatif maupun pemilu presiden pada tahun 2009 silam.

Kubu Jokowi-Kalla sendiri jelas berkepentingan menambah barisan pendukung. Terutama kalau mereka dinyatakan KPU sebagai pemenang pemilu presiden, penambahan parpol pendukung mereka di parlemen sungguh relevan dan urgen. Bagaimanapun, Jokowi-Kalla tak ingin program dan kebijakan-kebijakan pemerintahan mereka berisiko sering diganggu pihak oposisi di parlemen. 

Tetapi dengan adanya deklarasi koalisi permanen parpol-parpol pendukung Prabowo-Hatta, upaya Jokowi-Kalla menambah kakuatan di parlemen itu boleh jadi tak mudah -- meski bukan sama sekali musykil, karena dalam politik tak ada yang tidak mungkin.***

14 Juli 2014