Tidak ada alasan
bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak segera menuntaskan
penanganan kasus pengucuran dana talangan ke Bank Century yang menguras
keuangan negara hingga mencapai Rp 6,7 triliun. Pertama, karena penanganan
kasus ini sudah terlalu lama terkatung-katung. Padahal tindak penanganan secara
hukum jelas merupakan tugas yang harus dipikul KPK hingga tuntas sesuai
rekomendasi hasil sidang paripurna DPR tentang angket kasus penyelamatan
(bailout) Bank Century. Artinya, KPK selaku institusi penegak hukum tidak punya
pilihan lain kecuali melaksanakan penugasan itu dengan sebaik-baiknya.
Kedua, karena KPK sudah memiliki amunisi
cukup memadai untuk melakukan penanganan kasus Bank Century ini. Amunisi
tersebut adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), baik audit
investigasi atas kebijakan bailout maupun audit forensik menyangkut aliran dana
talangan.
Memang, kedua audit itu tidak memuaskan
banyak pihak karena tidak secara gamblang mengungkap dugaan perselingkuhan
dalam tindak penyelamatan Bank Century ini. Berbeda dengan hasil angket DPR
yang tegas menyebut Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan dan Boediono
selaku Gubernur Bank Indonesia telah menyalahgunaan kekuasaan dalam
penyelamatan Bank Century, audit investigasi BPK sekadar berhasil menemukan
indikasi pelanggaran pengucuran dana talangan yang potensial merugikan negara.
Di sisi lain, hasil audit forensik juga
lebih merupakan penegasan terhadap hasil audit investigasi dengan menyebut 13
indikasi pelanggaran plus dua informasi tambahan terkait aliran dana talangan
ke Bank Century.
Meski begitu, kedua hasil audit BPK itu
tetap saja bisa dijadikan amunisi oleh KPK untuk menangani kasus penyelamatan
Bank Century yang kental beraroma skandal ini. KPK bisa menggunakan kedua hasil
investigasi itu sebagai pijakan untuk menggali lebih dalam indikasi skandal
hingga bisa diperoleh berbagai fakta hukum. Dengan demikian, penegakan hukum
kasus Bank Century ini pun niscaya bisa diselesaikan secara tuntas dan
objektif.
Untuk itu, kerja keras KPK dengan
bersendikan semangat dan komitmen memberantas korupsi sungguh menjadi prasyarat
mutlak. Tanpa itu, seperti selama ini terkesankan, penanganan hukum kasus Bank
Century niscaya dipenuhi kepura-puraan dan sandiwara.
KPK jelas tak boleh berpura-pura dan
bersandiwara dalam menangani kasus Bank Century ini. Bukan saja itu
mengkhianati amanat perundangan -- bahwa KPK adalah institusi yang mengemban
fungsi penegakan hukum seperti kepolisian dan kejaksaan --, melainkan juga
karena pucuk pimpinan baru KPK sudah berikrar untuk memberantas korupsi tanpa
pandang bulu. Bukankah Abraham Samad menyatakan bahwa dia mewakafkan diri untuk
memberantas korupsi melalui peran dan fungsinya sebagai Ketua KPK? Bukankah dia
mengaku lebih terhormat mati dalam menjalankan tugas memberantas korupsi
ketimbang mati secara tenang di tempat tidur?
Karena itu, kalau saja KPK tak juga segera
bergerak menuntaskan penanganan kasus Bank Century, itu jelas aneh bin ajaib.
Siapa pun pasti tak akan bisa memahami jika akhirnya KPK lagi-lagi menggantung
penanganan hukum kasus penyelamatan Bank Century ini dengan dalih tak ditemukan
bukti tindak korupsi dan kerugian negara. Dalih seperti itu, bagaimanapun,
terkesan konyol. Konyol karena dalih itu terasa mendistorsi integritas
institusi KPK sendiri. Juga konyol karena dalih itu seperti menentang keyakinan
yang menjadi arus umum di masyarakat: bahwa penyelamatan Bank Century kental
beraroma skandal.
Walhasil, menjadi tantangan serius bagi
KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad sekarang ini untuk membuktikan bahwa
bailout Bank Century memang sebuah skandal. Jadi, tunggu apa lagi?***
Jakarta, 27
Januari 2011