27 Januari 2011

Penanganan Kasus Century


Tidak ada alasan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak segera menuntaskan penanganan kasus pengucuran dana talangan ke Bank Century yang menguras keuangan negara hingga mencapai Rp 6,7 triliun. Pertama, karena penanganan kasus ini sudah terlalu lama terkatung-katung. Padahal tindak penanganan secara hukum jelas merupakan tugas yang harus dipikul KPK hingga tuntas sesuai rekomendasi hasil sidang paripurna DPR tentang angket kasus penyelamatan (bailout) Bank Century. Artinya, KPK selaku institusi penegak hukum tidak punya pilihan lain kecuali melaksanakan penugasan itu dengan sebaik-baiknya.
     Kedua, karena KPK sudah memiliki amunisi cukup memadai untuk melakukan penanganan kasus Bank Century ini. Amunisi tersebut adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), baik audit investigasi atas kebijakan bailout maupun audit forensik menyangkut aliran dana talangan.
      
Memang, kedua audit itu tidak memuaskan banyak pihak karena tidak secara gamblang mengungkap dugaan perselingkuhan dalam tindak penyelamatan Bank Century ini. Berbeda dengan hasil angket DPR yang tegas menyebut Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan dan Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia telah menyalahgunaan kekuasaan dalam penyelamatan Bank Century, audit investigasi BPK sekadar berhasil menemukan indikasi pelanggaran pengucuran dana talangan yang potensial merugikan negara.
      
Di sisi lain, hasil audit forensik juga lebih merupakan penegasan terhadap hasil audit investigasi dengan menyebut 13 indikasi pelanggaran plus dua informasi tambahan terkait aliran dana talangan ke Bank Century.
      
Meski begitu, kedua hasil audit BPK itu tetap saja bisa dijadikan amunisi oleh KPK untuk menangani kasus penyelamatan Bank Century yang kental beraroma skandal ini. KPK bisa menggunakan kedua hasil investigasi itu sebagai pijakan untuk menggali lebih dalam indikasi skandal hingga bisa diperoleh berbagai fakta hukum. Dengan demikian, penegakan hukum kasus Bank Century ini pun niscaya bisa diselesaikan secara tuntas dan objektif.
      
Untuk itu, kerja keras KPK dengan bersendikan semangat dan komitmen memberantas korupsi sungguh menjadi prasyarat mutlak. Tanpa itu, seperti selama ini terkesankan, penanganan hukum kasus Bank Century niscaya dipenuhi kepura-puraan dan sandiwara.
      
KPK jelas tak boleh berpura-pura dan bersandiwara dalam menangani kasus Bank Century ini. Bukan saja itu mengkhianati amanat perundangan -- bahwa KPK adalah institusi yang mengemban fungsi penegakan hukum seperti kepolisian dan kejaksaan --, melainkan juga karena pucuk pimpinan baru KPK sudah berikrar untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Bukankah Abraham Samad menyatakan bahwa dia mewakafkan diri untuk memberantas korupsi melalui peran dan fungsinya sebagai Ketua KPK? Bukankah dia mengaku lebih terhormat mati dalam menjalankan tugas memberantas korupsi ketimbang mati secara tenang di tempat tidur?
      
Karena itu, kalau saja KPK tak juga segera bergerak menuntaskan penanganan kasus Bank Century, itu jelas aneh bin ajaib. Siapa pun pasti tak akan bisa memahami jika akhirnya KPK lagi-lagi menggantung penanganan hukum kasus penyelamatan Bank Century ini dengan dalih tak ditemukan bukti tindak korupsi dan kerugian negara. Dalih seperti itu, bagaimanapun, terkesan konyol. Konyol karena dalih itu terasa mendistorsi integritas institusi KPK sendiri. Juga konyol karena dalih itu seperti menentang keyakinan yang menjadi arus umum di masyarakat: bahwa penyelamatan Bank Century kental beraroma skandal.
      
Walhasil, menjadi tantangan serius bagi KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad sekarang ini untuk membuktikan bahwa bailout Bank Century memang sebuah skandal. Jadi, tunggu apa lagi?***


Jakarta, 27 Januari 2011